Adaptasi Perubahan Iklim, Ruang Diskusi Diperluas ke Aksi Berketahanan Iklim

Opini, straightnews6141 Dilihat

Report FGD Perubahan Iklim

oleh: LP2M Padang di Painan Pessel

 

PEMERINTAH Propinsi Sumatera Barat dianggap masih kurang optimal dalam melakukan pencegahan krisis iklim.

Faktanya belum dimasukkannya program stimulus pencegahan krisis iklim oleh pemerintah daerah pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2022.

Krisis iklim sudah di depan mata. Sebagai provinsi yang rawan bencana, Sumatera Barat adalah salah satu daerah yang sangat rentan terhadap krisis iklim, yang berpotensi mengancam keamanan masyarakat, krisis pangan, kelangkaan air bersih, datangnya berbagai bencana akibat krisis iklim.

Meskipun pemerintah pusat sudah mengeluarkan kebijakan yang memadai, seperti UU No. 16 tahun 2016 tentang Pengesahaan Paris Agreement mengenai perubahan iklim, dan sejumlah perangkat kebijakan lainnya, namun ditingkat propinsi dan kabupaten aksi (tindakan) dalam mitigasi & adaptasi krisis iklim masih sangat lemah.

Baca Juga :  Berkah Lebaran, Disparpora Pessel Setor PAD Rp 283 Juta

Kelemahan ini termasuk belum diarahkannya APBD Propinsi Sumatera Barat dan kabupaten/kota yang menjadi daerah Super Prioritas yang terdapat dalam Buku 1 Daftar Lokasi & Aksi Ketahanan Iklim yang diterbitkan oleh Bappenas 2021 di sektor pertanian, yang mana salah satunya adalah Kabupaten Pesisir Selatan untuk menselaraskan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ini.

Jika APBD belum diarahkan untuk mendukung green economy dalam rangka mitigasi krisis iklim, maka dikhawatirkan bahwa target NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia tahun 2030 tidak akan tercapai.

Padahal, seperti dinyatakan dalam UU No. 16 Tahun 2016, Indonesia berkomitment untuk menurunkan emisi karbon sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan dunia internasional pada tahun 2030. Padahal, menurut data yang dikeluarkan oleh Climate Watch, pada tahun 2017, Indonesia menempati urutan kelima secara global setelah China, Amerika Serikat, India dan Rusia sebagai negara penyumbang emisi gas rumah kaca. Indonesia menghasilkan emisi sebesar 2275,4 MtCO2e.

Baca Juga :  Warga Tarusan Ingat Bantuan Epyardi Asda Saat Banjir dan Longsor di Pessel

Variabilitas dan perubahan iklim merupakan tantangan paling serius yang dihadapi sektor pertanian saat ini dan yang akan datang, baik musiman maupun jangka panjang, baik lokal, regional maupun global. Dampak dari kedua fenomena tersebut akan makin menekan produksi pertanian dan ketersediaan pangan.







Komentar