Oleh: ISA KURNIAWAN
Koordinator Komunitas Pemerhati Sumbar (Kapas)
KEMARINYA karena sudah merasa di atas angin, khususnya di ranah politik, Mahyeldi itu —dulu sempat jadi Anggota DPRD Sumbar, Wakil Walikota Padang, Walikota Padang, dan sekarang Gubernur Sumbar— tidak lepas dari yang namanya perkara cuan.
Cuan adalah istilah populer dari Bahasa Hokkian, China bagian selatan, yang diserap menjadi bahasa pergaulan di Indonesia, yang berarti uang, money, atau pitih dalam bahasa kampung saya, Minang.
Dalam Pilkada, sudah dua kali Mahyeldi berpasangan dengan mereka yang memiliki cuan yang banyak, melimpah.
Sebutlah saat Pilkada Padang 2018, berpasangan dengan Hendri Septa. Anak dari pengusaha / Anggota DPR RI Asli Chaidir yang cuannya banyak.
Kemudian pada Pilkada Sumbar 2020, berpasangan dengan Audy Joinaldy. Juga anak dari pengusaha kaya Joi Kahar yang cuannya melimpah.
Modus berpasangan dengan orang yang memiliki cuan banyak / melimpah ini tidak bisa disalahkan, karena dalam kontestasi politik itu memanh butuh cuan, tidak bisa hanya track record semata —seperti berpasangan dengan mereka dari mantan kepala daerah dan pejabat publik lainnya, yang cuannya terbatas.
Jadi sah-sah saja seorang Mahyeldi yang memiliki elektabilitas mumpuni, tetap menjadikan cuan sebagai skala prioritasnya.
Beberapa bulan lalu, Mahyeldi tersangkut dengan masalah cuan dari proposal sumbangan yang ditanda-tanganinya sebagai Gubernur Sumbar, kemudian proposal dijalankan pihak swasta, dapat cuannya sekitar Rp200 juta masuk ke rekening pribadi, tidak ke OPD / Pemprov Sumbar.
Alhamdulillah, oleh Polda Sumbar kasus tanda-tangan dan cuan ini tidak berlanjut. Case closed.
Sekarang, lagi Mahyeldi terseret perkara cuan, dalam kasus korupsi KONI Padang.
Mantan Ketua KONI Padang Agus Suardi yang akrab disapa Abien —saat ini sudah jadi tersangka— menyampaikan keterlibatan Mahyeldi yang waktu itu jadi Walikota Padang dan Ketua Umum PSP Padang— dalam perkara cuan sebesar Rp500 juta.
Komentar