Oleh: Surya Tri Harto
EMPAT belas Februari 2022 menjadi tanggal penting dalam perjalanan KATUA. Bukan Valentine’s Day, tapi terbitnya SK DPP KATUA yang ditandatangani oleh Ketua Umum terpilih, sahabat saya Yosviandri, yang selalu supportive dalam gerakan-gerakan KATUA selama ini dengan segala kelebihan, keterbatasan maupun kekurangannya.
Ini menjadi milestones penting setelah antiklimaks perjalanan Kongres IV. Saya katakan antiklimaks karena semangat menggebu dan penataan persiapan Kongres yang digarap dengan apik oleh SC/OC kemudian diselesaikan dengan musyawarah mufakat, ketimbang voting yang sudah disiapkan.
Tidak ada yang salah dengan antiklimaks itu, karena metode apapun yang dipilih, sepanjang ditujukan for the best interest of organization dengan niat baik, maka Insya Allah hasilnya akan baik.
Klaim bahwa salah satu metode antara musyawarah mufakat atau voting lebih baik, hemat saya juga belum tentu. Musyawarah mufakat, walau tertutup, dan voting yang terbuka keduanya adalah nilai demokrasi yang luhur.
Saya kira generasi seangkatan saya yang dalam konteks politik kebangsaan merupakan generasi tiga zaman – orde lama, orde baru dan orde reformasi -, atau kalau dalam konteks milenialist mengalami era baby boomers, gen x, y, dan z, menjadi saksi manfaat dan mudharat kedua metode. Semuanya kembali kepada dua hal kunci – tujuan dan niat.
Jujur, saya termasuk yang menunggu terjadinya proses voting dalam pemilihan Ketua Umum DPP KATUA yang lalu. Namun saya juga lega karena calon-calon yang maju adalah eksponen KATUA yang tidak perlu diragukan tujuan dan niat baiknya untuk berkontribusi di KATUA.
Saya mengenal secara pribadi hampir semua calon. Oleh sebab itu, siapapun yang terpilih, baik dengan metode musyawarah mufakat ataupun voting, kita bisa menaruh harapan untuk KATUA yang lebih baik ke depan.
Lalu, tentang komposisi pengurus, saya kira juga sudah komprehensif, akomodatif dan berbasis misi. Semua calon masuk komposisi dengan semangat berkontribusi. ‘Biduak lalu kiambang batauik’
Komentar