FIXSUMBAR —Pengusaha Keripik Sanjai di daerah asalnya wilayahnya Bukittinggi, Sumatera Barat terpaksa membatasi produksinya karena langka dan mahalnya Minyak Goreng serta ubi di pasaran, jika berkeanjangan kerupuk sanjai gurih ini bisa tinggal kenangan.
Jika kondisi seperti ini berlarut-larut maka puluhan tungku produksi keripik sanjai (pondok karupuak) bisa gulung tikar dibuatnya, Keripik Sajai dibenamkan oleh minyak goreng mahal
Beberapa tempat produksi Keripik Sanjai yang biasa disebut “Pondok Karupuak” terlihat tidak beraktifitas dan membatalkan pesanan para pedagang di pasaran serta berhenti sementara menerima ubi yang menjadi bahan dasar pembuatan makanan populer asal Kota Wisata itu.
“Biasanaya ketika minyak goreng harganya terjangkau dan tidak langka seperti sekarang ini, biasanya kami memproduksi lima kali dalam seminggu dengan membutuhkan minyak goreng 40 kilogram setiap harinya, total habis 200 kilogram setiap pekan,” kata Jubaidi Petit, seorang pengusaha Kerupuk Sanjai asal Bantodarano
40 kilogram minyak goreng curah itu biasa dibeli dengan harga sekitar Rp400 ribu atau sekitar Rp9 ribu per liter dan menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi pengusaha Sanjai
“Kini harganya jauh naik menjadi Rp800 ribu, itupun langka didapatkan hingga produksi bahkan hanya sekali seminggu, diperparah dengan mahalnya harga ubi yang semula hanya Rp100 ribu per karung ikut-ikutan naik jadi Rp200 ribu sekarungnya,”ujar Junaidi menggeleng.
Menurutnya, ubi yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota itu mahal dan langka sebelum kasus minyak goreng saat ini terjadi.
“Jadi semakin berat perjuangan memproduksi Kerupuk Sanjai kini, sempat kami dibantu dengan minyak goreng bersubsidi dengan harga sekitar Rp15 ribu, itu masih ada keuntungan walaupun kecil, tapi kini dengan harga Rp20 ribu lebih per liter, kami tekor merugi tak sanggup berproduksi,” kata Junedi.
Pengusaha dan pedagang Sanjai lainnya Apriyos Datuak Mangkuto menambahkan, tidak bisa memesan ubi sebelum memastikan ketersediaan minyak ada di pondok karupuaknya.
Komentar