PADANG - Situasi politik Indonesia memanas pada Agustus 2025. Sejumlah kota besar diguncang aksi demonstrasi. Massa turun ke jalan menuntut perubahan, namun kerusuhan justru terjadi.
Fasilitas umum rusak, bentrok dengan aparat pun tidak terhindarkan. Padahal, aspirasi massa lahir dari keresahan publik terkait kebijakan ekonomi dan penegakan hukum.
Ketua Majelis KIPP Sumbar sekaligus MAN PBHI, Samaratul Fuad, menilai kondisi itu sebagai ujian demokrasi. Ia menegaskan, penyampaian aspirasi adalah hak rakyat yang dijamin UU No. 9 Tahun 1998. Namun, ia mengingatkan agar penyampaian dilakukan dengan damai.
“Aspirasi harus elegan, jauh dari kekerasan, dan tidak diboncengi pihak perusak,” tegas Fuad dalam keterangan pers, Kamis (25/9/2026).
Fuad menekankan pentingnya pemerintah dan DPR bersikap terbuka mendengar aspirasi rakyat. Ia juga meminta Polri mengusut secara adil pihak yang menunggangi aksi. Menurutnya, isu hilangnya demonstran harus segera dijelaskan secara transparan.
“Publik berhak tahu. Polri harus profesional menjelaskan masalah ini,” tegasnya.Lebih lanjut, Fuad menilai Polri memiliki peran vital menjaga aspirasi rakyat sekaligus stabilitas nasional. Karena itu, ia mendorong pendekatan humanis dan komunikatif dalam pengamanan.
“Pendekatan persuasif tanpa kekerasan akan memperkuat kepercayaan masyarakat,” katanya.
Fuad juga mengapresiasi langkah Polri membentuk Tim Reformasi. Ia menilai langkah itu bukti keseriusan memperbaiki profesionalitas.
“Jangan setengah hati. Reformasi Polri adalah harapan baru rakyat,” ujarnya.
Editor : Fix Sumbar