BUMN Milik Rakyat

Foto Kevin Philip

BUMN itu milik rakyat Indonesia.” Pernyataan sederhana namun sarat makna dari Dony Oskaria ini menjadi pintu masuk untuk memahami cara ia memimpin respons BUMN terhadap bencana banjir di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara. Di tengah situasi darurat yang menuntut kehadiran negara secara cepat dan konkret, Dony mengingatkan kembali bahwa BUMN bukan semata entitas korporasi yang bekerja berdasarkan logika bisnis, melainkan instrumen publik yang harus berdiri di garis depan ketika rakyat berada dalam kondisi paling rentan. Karena itu, begitu mendarat di Bandara Internasional Minangkabau, ia langsung menggerakkan seluruh jajaran BUMN untuk memastikan pertolongan tiba dengan cepat dan terkoordinasi. Prinsip bahwa BUMN adalah milik rakyat menjadi alasan mengapa kehadiran mereka tidak boleh menunggu rapat formal atau prosedur berlarut—melainkan harus segera bekerja untuk memulihkan kehidupan warga yang terdampak.

Ketika turun di Bandara Internasional Minangkabau, Dony tidak mengambil jeda. Ia langsung menggelar rapat koordinasi darurat bersama para direktur utama BUMN strategis PT PLN, PT Telkom Indonesia, PT Semen Padang, PT Pertamina, perusahaan konstruksi pelat merah, dan jajaran Himbara. Pertemuan itu juga dihadiri anggota DPR RI Andre Rosiade, memperkuat hubungan pusat-daerah dalam upaya pemulihan. Namun fokus utama Dony bukan sekadar meninjau laporan, melainkan mengingatkan para pemimpin BUMN akan mandat mereka yang paling hakiki. Ketika banyak pejabat berbicara soal manajemen risiko, Dony hadir dengan narasi yang lebih fundamental:

"BUMN itu milik rakyat Indonesia."

Pernyataan ini bukan retorika kosong. Ia menegur, mengingatkan, dan sekaligus mengarahkan agar seluruh direktur BUMN mengerahkan kemampuan maksimal. Bencana, menurutnya, bukan ruang untuk kalkulasi anggaran sempit, tetapi ruang bagi BUMN menunaikan kembali hak publik yang melekat pada keberadaan mereka.

Di hadapan para dirut, Dony menegaskan:

Ini kewajiban kita.”

Bantuan bukan lagi diposisikan sebagai charity, melainkan bagian dari tanggung jawab struktural perusahaan negara yang dibangun dengan dana publik dan bekerja untuk kesejahteraan publik. Dony mendorong pemanfaatan TJSL (Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan) secara optimal bukan untuk program kosmetik, tetapi untuk kebutuhan mendesak seperti jembatan, sekolah, dan fasilitas vital yang luluh lantak diterjang bencana. Pendekatan ini menghadirkan perspektif baru, yaitu pemulihan pascabencana sebagai pemulihan hak warga negara, bukan sekadar proyek sosial BUMN.

BUMN Sebagai Kepanjangan Tangan Rakyat

Dalam kajian politik ekonomi, BUMN sering diperdebatkan posisinya, apakah ia entitas korporasi yang mengejar efisiensi, atau perpanjangan tangan negara untuk menjamin kesejahteraan warga? Apa yang dilakukan Dony memberi jawaban yang tegas, yaitu BUMN adalah instrumen publik. Kepemimpinan yang ia tunjukkan mengembalikan BUMN ke ruang sosialnya ruang yang sering kabur oleh jargon modernisasi dan tata kelola korporasi.

Respons cepat para BUMN membuktikan bahwa ketika narasi “milik rakyat” ditegakkan, mobilisasi sumber daya berjalan jauh lebih cepat dan lebih fokus. PT Semen Padang, misalnya, mengucurkan Rp210 juta melalui Semen Padang Peduli Bencana, memperkuat rekonstruksi awal infrastruktur rumah warga. Bank BTN mengirimkan Rp300 juta dalam bentuk logistik. Bank BNI mengalokasikan Rp700 juta khusus untuk Sumatera Barat untuk pemulihan ekonomi dan sosial masyarakat.

Banner WIES 2025 1
Bagikan

Opini lainnya
Terkini