Hal ini menunjukkan bahwa program TJSL bukan sekadar formalitas tahunan, tetapi ketika diarahkan dengan kepemimpinan yang tepat, ia menjadi alat distribusi kesejahteraan langsung untuk rakyat sejalan dengan identitas BUMN sebagai entitas publik.
BUMN Menciptakan Public Value Creation
Arahan Dony agar BUMN bergerak “semaksimal mungkin” bukan sekadar instruksi teknis, tetapi merupakan dorongan menuju pergeseran paradigma yang fundamental, dari cara pandang korporatis menuju kerangka kerja public value creation. Dalam banyak kasus, lembaga negara termasuk BUMN sering beroperasi dalam logika perusahaan yang terpisah dari dinamika kerentanan masyarakat. Mereka fokus pada profitabilitas, laporan kinerja, dan target finansial, seolah-olah legitimasi mereka hanya berasal dari efisiensi ekonomi. Namun Dony membawa pendekatan berbeda, keberadaan BUMN harus dirasakan secara konkret oleh rakyat, terutama pada situasi paling krisis.
Ketika listrik padam di tengah banjir, ketika jaringan komunikasi terputus dan membuat keluarga tidak bisa saling memberi kabar, ketika warga kehilangan tempat tinggal dan akses kebutuhan dasar, maka di situlah BUMN diuji. Melalui respons cepat Semen Padang dengan Semen dalam pembangunan infrastruktur rusak, PLN untuk memulihkan jaringan, Telkom untuk menstabilkan komunikasi, serta BUMN konstruksi untuk memperbaiki infrastruktur vital, Dony menempatkan BUMN sebagai produsen nilai publik, bukan sekadar operator negara.
Dalam kerangka public value creation, nilai publik diciptakan ketika kebijakan, sumber daya, dan tindakan lembaga negara menghasilkan manfaat nyata yang meningkatkan rasa aman, keberlangsungan hidup, dan kualitas kesejahteraan warga. Bukan laba, bukan dividen, bukan performa finansial, tetapi nilai yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dan apa yang dilakukan Dony merupakan koreksi ideologis: BUMN tidak boleh menjadi entitas yang berjalan paralel dari kebutuhan rakyat. Ia membangun kembali jembatan kepercayaan antara perusahaan negara dan masyarakat yang mereka layani. Dengan menekankan bahwa BUMN harus hadir secara substantif di titik-titik paling genting, Dony memperlihatkan bahwa nilai publik adalah inti dari mandat eksistensial BUMN. Inilah transformasi praksis, yaitu menjadikan BUMN bukan hanya alat ekonomi negara, melainkan aktor pencipta nilai sosial bagi publik.Dalam situasi krisis multidimensi, legitimasi negara diuji. BUMN sebagai perpanjangan tangan negara pun diuji, apakah mereka bekerja untuk rakyat atau menjauh dari rakyat? Melalui langkah-langkah cepatnya, Dony Oskaria memperlihatkan model kepemimpinan yang mengembalikan marwah BUMN sebagai milik publik bukan milik elit korporasi, bukan milik pejabat, tetapi milik rakyat Indonesia.
Dengan menggerakkan BUMN melalui nilai dasar tersebut, ia menunjukkan bahwa negara dapat hadir bukan hanya melalui kebijakan, tetapi melalui aksi nyata yang menyentuh kebutuhan terdalam masyarakat yang terdampak bencana.
Apresiasi terhadap Dony bukan semata karena kecepatannya menggelar rapat darurat atau ketegasannya memberi arahan, tetapi karena ia menempatkan kembali BUMN pada posisi yang benar, yaitu sebagai institusi milik rakyat yang wajib bekerja untuk rakyat.