Dengan pendekatan ini, hukum pidana adat diposisikan sebagai bagian dari sistem hukum nasional, bukan sebagai sistem yang berdiri sendiri atau berseberangan dengan hukum negara. Negara, akhirnya memberikan pengakuan tegas terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat, termasuk hukum pidana adat melalui ketentuan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 2023. Pasal ini menegaskan bahwa ketentuan pidana dalam KUHP tidak meniadakan keberlakuan hukum adat, sepanjang hukum tersebut sesuai dengan nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi manusia, dan prinsip hukum umum.
Sistem Adat Minangkabau: Filosofi dan Struktur Sosial
Masyarakat Minangkabau dikenal memiliki sistem adat yang kuat, terstruktur, dan berakar pada nilai moral serta agama. Filosofi dasar adat Minangkabau dirumuskan dalam adagium: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah". Artinya, adat bersendikan ajaran agama Islam, dan ajaran agama bersendikan Al-Qur'an. Prinsip ini menjadikan adat
Minangkabau tidak sekadar aturan sosial, melainkan juga pedoman etika dan moral.
Dalam struktur sosial Minangkabau, peran ninik mamak, penghulu, dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) sangat sentral. Mereka berfungsi sebagai penjaga nilai adat sekaligus mediator dalam penyelesaian sengketa, termasuk perkara yang bersifat pidana adat.
Praktik Hukum Pidana Adat di Sumatera Barat
1. Kasus Perzinahan dan Pelanggaran KesusilaanPerbuatan perzinahan atau pelanggaran norma kesusilaan dikenal dalam adat Minangkabau sebagai "Sumbang Salah". Meskipun perbuatan. ini juga diatur dalam hukum pidana nasional, dalam praktiknya masyarakat adat sering memilih penyelesaian melalui mekanisme adat. Contoh, kasus perzinaan yang dilakukan oleh remaja di Kecamatan Pauh, diselesaikan oleh KAN dalam suatu peradilan adat yang juga mengikutsertakan pihak pelaku. Penyelesaian perkara di Kecamatan Pauh ini diselesaikan. "Bajanjang Naiak Batanggo Turun". Sanksi yang diterapkan berupa denda, dinikahkan, permintaan maaf, dan diusir secara adat. Penyelesaian ini dianggap lebih efektif karena tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga menjaga kehormatan keluarga dan stabilitas sosial nagari. Dalam banyak kasus, aparat penegak hukum menghormati kesepakatan adat selama para pihak menerima dan tidak ada unsur paksaan.
2. Kasus Penghinaan terhadap Pemuka Adat
Minangkabau yang memiliki kekerabatan matrilineal juga memiliki aturan terhadap tingkah laku penghinaan layaknya seperti hukum nasional yang berlaku bagi Penghulu/Ninik Mamak. Contoh kasus penghinaan terhadap ninik mamak di Nagari Batipuh Baruah Kabupaten Tanah Datar.