Purbaya dan Peringatan Serius tentang Korupsi Daerah

Foto Irdam Imran

Pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang maraknya praktik korupsi di daerah seharusnya menjadi alarm nasional. Di tengah upaya Presiden Prabowo Subianto mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi, ternyata masih banyak daerah yang justru menjadi sumber kebocoran anggaran akibat praktik suap audit, jual beli jabatan, hingga proyek fiktif di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Kasus-kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk kegagalan moral dalam menjalankan amanah publik. Jika tata kelola daerah terus lemah, maka seberapa pun besar dana transfer dari pusat, hasilnya tidak akan dirasakan rakyat.

Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disinggung oleh Purbaya membuktikan bahwa reformasi tata kelola pemerintahan belum tuntas. Dari Sorong hingga Bekasi, dari Meranti hingga Sumatera Selatan, praktik jual beli jabatan dan proyek fiktif masih terjadi. Ini memperlihatkan bahwa good governance belum benar-benar tumbuh menjadi budaya birokrasi di daerah.

Purbaya, sebagai Menteri Keuangan, hadir bukan hanya untuk mengatur fiskal negara, tetapi juga untuk memutus mata rantai nepotisme dan kolusi yang selama ini menjadi pintu masuk korupsi di daerah. Ia juga berupaya memutus kolaborasi rent seeking antara pejabat daerah dan pejabat eksekutif di pusat pemerintahan — sebuah jejaring yang selama ini menjadi sumber kebocoran anggaran dan penghambat reformasi.

Purbaya benar ketika menegaskan bahwa korupsi daerah menjadi penyebab utama kebocoran anggaran dan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Artinya, jika bangsa ini ingin pulih dari ketimpangan dan kemiskinan, maka perang terhadap korupsi harus dimulai dari daerah.

Langkah yang dibutuhkan saat ini bukan hanya penindakan hukum, tetapi juga taubat birokrasi: membangun kembali moral aparatur, disiplin fiskal, dan tanggung jawab konstitusional di tingkat lokal. Kepala daerah harus menjadi teladan dalam integritas, bukan sekadar simbol kekuasaan politik.

Hanya dengan cara itu pembangunan nasional dapat berjalan tanpa bocor, dan kepercayaan rakyat terhadap negara benar-benar kembali pulih. (*)

Banner Munas VI Nevi
Bagikan

Opini lainnya
Terkini