Padang, - Idul Fitri 1446 Hijriah yang kita rayakan tahun ini bukan sekadar hari besar keagamaan, melainkan juga momentum batiniah yang sangat penting bagi bangsa kita, khususnya masyarakat Sumatera Barat.
Setelah satu bulan penuh menjalani ibadah Ramadan dengan menahan diri, melatih kesabaran, dan memperkuat spiritualitas, tibalah saatnya kita kembali pada fitrah kemanusiaan bersih hati, jernih pikiran, dan luas dalam memaafkan.
Inilah esensi Idul Fitri: menyatukan hati, mempererat tali persaudaraan, serta memperkuat solidaritas sosial di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.
Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, makna Idul Fitri tidak lepas dari filosofi "sakik samangko labuah nan tatingga, satingga harato rang basamo."
Segala yang diderita, dibagi; segala yang tersisa, dinikmati bersama. Kebersamaan yang dibangun di atas nilai keadilan dan kepedulian menjadi kekuatan khas dari ranah ini.
Ketika Idul Fitri tiba, tradisi pulang basamo bukan hanya sekadar ritual pulang kampung, melainkan perjalanan spiritual menuju akar budaya dan kekeluargaan.Ini adalah manifestasi nyata dari semangat gotong royong yang tumbuh dalam jalinan sosial masyarakat Minang.
Namun, tahun ini kita merayakan Idul Fitri dalam suasana yang berbeda. Indonesia, dan Sumatera Barat secara khusus, sedang menghadapi tantangan ekonomi yang tidak ringan.
Ketidakpastian global, fluktuasi harga pangan, nilai tukar rupiah yang masih tertekan, serta tekanan fiskal yang dialami pemerintah pusat menjadi rangkaian dinamika yang langsung berdampak pada rakyat.
Banyak pelaku UMKM, petani kecil, dan pedagang pasar rakyat yang mulai merasakan beban berat akibat turunnya daya beli masyarakat.
Editor : Redaksi