Menatap Padang dari Rantau: Refleksi 356 Tahun Kota Tercinta

Teks Foto : Braditi Moulevey Rajo Mudo. IST
Teks Foto : Braditi Moulevey Rajo Mudo. IST

Pelabuhan Muaro yang dulu menjadi pusat perdagangan internasional, gedung-gedung kolonial yang masih berdiri tegak, hingga kisah-kisah heroik masa perjuangan, adalah bagian dari identitas kota ini.

Namun pertanyaan adalah, sudahkah kita memelihara dan memanfaatkan warisan sejarah itu secara optimal untuk menjadi nilai tambah kota?

Kota-kota lain di Indonesia, seperti Yogyakarta atau Solo, berhasil mengangkat nilai sejarah dan budayanya menjadi daya tarik pariwisata dan pusat ekonomi kreatif. Padang punya potensi yang sama, bahkan lebih besar. Akan tetapi, belum sepenuhnya diberdayakan secara terstruktur dan masif.

Ke depan, saya membayangkan Padang sebagai “kota sejarah hidup” yang tidak hanya menjadi objek nostalgia, tetapi juga sumber daya ekonomi dan edukasi.

Infrastruktur dan Tata Ruang Kota

Dalam beberapa tahun terakhir, saya melihat adanya kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur fisik di Kota Padang.

Peningkatan jalan, penataan trotoar, pembangunan ruang terbuka hijau, dan revitalisasi kawasan pantai menjadi langkah konkret yang perlu diapresiasi.

Namun dalam kacamata pembangunan yang berkelanjutan dan berorientasi masa depan, saya ingin mengajukan beberapa catatan reflektif.

Pertama, tata ruang kota Padang masih menghadapi persoalan ketimpangan fungsi. Sebagai contoh, pertumbuhan hunian dan komersial di kawasan pinggir kota belum diimbangi dengan ketersediaan transportasi publik yang memadai.

Akibatnya, kemacetan mulai muncul, terutama di jam sibuk, dan ketergantungan pada kendaraan pribadi kian tinggi. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga soal keberlanjutan lingkungan.

Editor : Fix Sumbar
Banner Munas VI Nevi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini