HJK ke-356 adalah saat yang tepat untuk bertanya: Kota Padang milik siapa? Jawabannya: milik generasi muda hari ini dan esok.
Maka, pembangunan kota harus berbasis pada kebutuhan dan aspirasi generasi muda. Sayangnya, saya belum melihat cukup ruang dialog dan partisipasi bermakna dari pemuda dalam perumusan kebijakan strategis kota.
Di era digital, pemuda Kota Padang sangat potensial menjadi agen perubahan. Mereka kreatif, adaptif, dan punya akses teknologi yang cukup. Tapi ruang ekspresi mereka harus difasilitasi.
Pemerintah bisa membangun Youth Center di setiap kecamatan, memberikan beasiswa kota untuk pemuda berprestasi, hingga membentuk forum dialog rutin antara pemuda dan pemimpin kota. Dengan begitu, pembangunan menjadi proses bersama, bukan milik segelintir elit saja.
Lingkungan dan Ketahanan Bencana
Sebagai kota pesisir dan berada di wilayah cincin api, Padang sangat rentan terhadap bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami. Maka, refleksi HJK tak lengkap tanpa menyinggung soal ketahanan kota terhadap risiko bencana.Saya mengapresiasi inisiatif pemerintah dalam membangun shelter evakuasi, jalur evakuasi, serta edukasi kebencanaan. Namun edukasi ini perlu diperluas dan dimodernisasi.
Teknologi bisa digunakan untuk sistem peringatan dini yang lebih canggih, simulasi kebencanaan berbasis aplikasi, hingga integrasi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan.
Lebih dari itu, perlu ada kebijakan resilient city yang berorientasi pada perlindungan lingkungan. Penataan drainase, pengelolaan sampah, dan perlindungan hutan kota harus jadi prioritas. Kota yang tahan bencana adalah kota yang bersahabat dengan alam.
Refleksi Budaya: Kota Padang dan Jati Diri Minangkabau
Editor : Fix Sumbar